" FINANCIAL WORLD FLOW "

Jumat, 26 Oktober 2012

UTILITARIANISME


UTILITARIANISME
        “Utilitarisme “ berasal dari kata latin utilis yang berarti “ bermanfaat “. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saj satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Jadi, utilitarisme ini tidak boleh di mengerti dengan cara egoistik. Menurut suatu perumusan terkenal, dalam rangka pemikiran utilitarisme (utilitarianism) kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah the greatest hainess of the greatest number, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar. Manfaat yang di maksudkan utilitarisme bisa di hitung juga sama seperti kita menghitung untung dan rugi atau kredit dan debet dalam konteks bisnis. Dan memang pernah ada penganut utilitarisme yang mengusahakan perhitungan macam itu di bidang etika.
         Utilitarisme disebut lagi suatu teori teleologis (dari kata yunani telos = tujuan), sebab menurut teori ini kualitas etis suatu perbuatan di peroleh dengan dicapainya tujuan perbuatan. Perbuatan yang memang bermaksud baik tetapi tidak menghasilkan apa-apa, menurut utilitarisme tidak pantas disebut baik. Utilitarisme dapat memberi tempat juga kepada pengertian “ kewajiban “ , tapi hanya dalam arti bahwa manusia harus menghasilkan kebaikan dan bukan keburukan. Dalam perdebatan antara para etikawan, teori utilitarisme menemui banyak kritik. Keberatan utama yang dikemukakan adalah bahwa utilitarisme tidak berhasil menamung dalam teorinya dua aham etis yang amat penting, yaitu keadilan dan hak.
Dengan maksud mencari jalan keluar dari kesulitan terakhir ini, beberapa utilitas telah mengusulkan untuk membedaka dua macam utilitarisme : utilitarisme perbuatan (act utilittaranisme), dan utilitarisme aturan ( rule utilitarisme). Yang di jelaskan di atas - mereka tegaskan – adalah utilitarisme perbuatan. Di situ prisip dasar utilitarisme (manfaat terbesar bagi jumlah orang terbesar) diterapkan pada perbuatan. Prinsip dasar itu di pakai untuk menilai kualitas moral suatu perbuataan. Utilitarisme perbuatan ini – mereka akui – tidak luput dari kesuliatan teoritis yang besar , bahkan menghancurkan. Namun demikian, dengan itu utilitarisme sendiri belum hancur, karena di samping utilitarisme perbuatan masing-masih ada kemungkinan lain : utilitarisme aturan. Prinsip dasar utilitarisme tidak harus di terapkan atas perbuataan-perbuatan yang kita lakukan, melain atas aturan-aturan moral yang kita terima bersama dalam masyarakat sebagai pegangan bagi perilaku kita. Suatu aturan moral bisa diterima sebagai  sah dan benar, jiak tahan uji terhadap prinsip utilitaristis. Kita dapat menyimpulkan bahwa utilitarisme aturan membatasi diri ada justifikasi aturan-aturan moral.

Sumber :
Budiono , gatut, L ., Etika, jakarta, widya pustaka, 2008.
Bertens,K., Etika,Jakarta,Gramedia Pustaka Utama, cetakan ke-4,1999.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar